[SINAR BEMO] — Inilah kisah tentang persahabatan yang terjalin di bangku sekolah, terpisah oleh jarak dan waktu, namun ditemukan kembali oleh goresan pensil dan kuas, mengungkap bakat terpendam seorang seniman sejati dari Tanah Papua.
Jejak Awal di Waghete: Benih Seni di Tengah Pembentukan Daerah
Kisah ini berawal di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tigi, Waghete, tepat ketika Kabupaten Deiyai—yang kini menjadi bagian dari Provinsi Papua Tengah—baru saja dimekarkan pada tahun 2009. Di sanalah Simion Kotouki (SK), menyanyikan pencerita, bertemu dengan Derion Adii. Derion berasal dari Kampung Atouda, Distrik Tigi, sebuah lokasi yang menjadi saksi bisu awal mula ikatan persahabatan mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah Bapak Johni Yanes, Simion dan Derion mulai menjalin keakraban, tumbuh bersama dalam suasana belajar yang dinamis. Salah satu figur sentral dalam masa itu adalah Wali Kelas mereka, Bapak Petrus Adii, yang kini telah pensiun. Bapak Petrus yang akrab disapa Pak Guru Petrus, tidak hanya mengajar mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) tetapi juga menjadi inspirasi tak langsung bagi kreativitas mereka.
Selain hiruk pikuk proses belajar-mengajar formal, Simion dan Derion memiliki satu kegiatan favorit yang menjadi fondasi bagi masa depan Derion: menggambar dan melukis. Waktu istirahat mereka sering diisi dengan coretan pensil di buku catatan atau kanvas sederhana dari buku gambar. Kreativitas mereka semakin terasah melalui beragam mata lomba yang rutin diselenggarakan sekolah, seperti Sepak Takraw, Voli, Vokal Grup, dan yang paling gemari, seni lukis. Dalam ajang-ajang tersebut, kemampuan mereka sering membuahkan prestasi, mengukuhkan bakat seni yang mulai berkembang.
Belasan Tahun Terpisah: Jeda Panjang Sebuah Hubungan
Lulus dari SMP, jalan hidup memisahkan keduanya. Simion Kotouki melanjutkan pendidikan di Nabire, sementara Derion Adii memilih untuk tetap berada di Deiyai. Belasan tahun berlalu tanpa ada kabar atau komunikasi, seolah-olah ikatan persahabatan mereka tertelan oleh kesibukan dan tantangan hidup masing-masing.
Simion melanjutkan hidupnya di perantauan, tanpa mengetahui sama sekali bahwa di kampung halamannya, sang sahabat lama sedang mendalami dan mengasah bakat seninya secara intens. Perpisahan yang lama ini menciptakan jeda yang sunyi, sebuah ketidaktahuan akan evolusi artistik Derion.
Reuni Digital: “Oh, Ternyata Nogei Dia Juga Jago Ee!”
Pertemuan kembali mereka terjadi secara tak terduga, bukan di jalan atau acara formal, melainkan di dunia maya. Saat Simion tengah asyik menjelajahi linimasa di ponselnya, ia terhenti oleh sebuah profil Facebook. Nama yang digunakan adalah nama samaran, tetapi foto profilnya—wajah yang sudah belasan tahun tak ia lihat—jelas milik Derion Adii, teman lamanya.
Simion segera menambahkan Derion sebagai teman dan mulai menelusuri unggahan-unggahannya. Apa yang ia temukan benar-benar mengejutkan dan mengecewakan. Linimasa Derion diisi oleh lukisan tangan sendiri, hasil karya luar biasa yang dikerjakan dengan detail menggunakan pensil dan kanvas.
“ Oh ternyata nogei [Teman] dia juga jago ee,” pikir Simion dalam hati, tercampur rasa haru dan bangga. Kata “Nogei” —panggilan akrab yang berarti ‘teman’ dalam bahasa lokal—terasa semakin erat maknanya melihat pencapaian Derion.
Simion tak ragu untuk memberikan penghargaan bertubi-tubi: “Terbaik Nogei, mantap Nogei, jago Nogei!” Komentar-komentar tulus itu menarik perhatian publik dunia maya, tetapi bagi Simion, ada satu lukisan yang paling memukul emosinya dan membuatnya tertawa bangga: potret Ateng Edowai, S.Pdk., M.Pdk, mantan Bupati Deiyai satu periode. Lukisan itu bukan sekedar gambar, melainkan sebuah pengakuan atas keahlian Derion yang telah matang.
Kanvas Kebanggaan Daerah: Mengabadikan Pemimpin Lokal
Keahlian Derion Adii rupanya tak henti-hentinya di ranah hobi pribadi. Ia telah menjadi seniman yang diakui dan diapresiasi di tingkat lokal, menggunakan karyanya untuk mengabadikan tokoh-tokoh penting di Kabupaten Deiyai.
Pucak pengakuan itu terlihat saat ia menyelesaikan potret Bupati Deiyai, Bapak Melkianus Mote, ST, dan Wakil Bupati, Bapak Ayub Pigome. Hasil lukisan yang menakjubkan tersebut diserahkan langsung oleh Derion dalam acara Pameran Rakyat Deiyai yang berpusat di Lapangan Thomas Adii Waghete.
Momen penyerahan itu menjadi Saksi bisu keindahan karya Derion. Wakil Bupati Ayub Pigome, saat melihat hasil lukisan yang merefleksikan keaslian wajahnya dengan detail menakjubkan, tak kuasa menahan senyum dan tawa bangga. Dalam pesta rakyat yang dipadati masyarakat, semua yang menyaksikan lukisan itu mengakui secara kolektif kemampuan artistik luar biasa sang putra daerah. Karya Derion tidak hanya sekedar seni, tetapi telah menjadi bagian dari dokumentasi visual sejarah dan kepemimpinan Deiyai.
Kini, Derion terus berkarya. Di linimasa Facebooknya, Simion melihat Derion sedang dalam proses menyelesaikan lukisan wajah Ibu Yulita Mote, S.Si., Kepala Dinas Sosial Kabupaten Deiyai. Setelah rampung, karya terbaru ini juga akan diserahkan langsung kepada sang tokoh. Derion Adii, sang anak kampung Atouda, telah membuktikan bahwa talenta yang berawal dari buku catatan SMP bisa tumbuh menjadi inspirasi dan kebanggaan bagi seluruh Kabupaten Deiyai.






