Deiyai SINAR BEMO — 13 Oktober 2025, Sejumlah siswa SMP YPPK Waghete hari ini menggelar aksi di halaman Kantor Bupati Deiyai. Dalam orasinya, para pelajar meminta agar kepala sekolah lama tetap dipertahankan dan menolak adanya pergantian pimpinan baru.
Namun, aksi tersebut menuai sorotan dari berbagai pihak karena diduga melibatkan siswa dalam konflik internal sekolah. “Kami sangat menyayangkan tindakan guru-guru yang mengajak siswa terlibat dalam aksi. Tugas utama siswa adalah belajar di sekolah, bukan ikut dalam urusan jabatan kepala sekolah,” tegas Ketua Fraksi Kelompok Khusus DPRP-T, Donatus Mote.
Pihak dewan provinsi memastikan bahwa akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya pemalangan di sekolah SMP YPPK Waghete berasal dari perpecahan antar-guru. “Kami menemukan bahwa guru-guru di SMP YPPK Waghete terbagi dalam dua kubu kepentingan. Ini adalah masalah internal yang seharusnya diselesaikan oleh pihak yayasan, bukan dibawa ke ranah publik,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai, konflik di lingkungan sekolah tersebut sudah berlangsung lama tanpa adanya penyelesaian dari pihak Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) maupun PSW (Pendidikan Swasta Wilayah). “Kami harap pihak yayasan segera turun tangan. Jangan biarkan masalah ini berlarut-larut dan mengganggu proses belajar mengajar,” katanya.
Selain itu, ia juga mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Deiyai untuk memfasilitasi pertemuan antara pihak yayasan, guru-guru, PSW, dan tokoh pendidikan. “Ketika yayasan belum mampu menyelesaikan, maka dinas pendidikan harus hadir memediasi agar persoalan ini cepat selesai,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik hak ulayat tanah lokasi sekolah menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak terlibat dalam pemalangan sekolah tersebut. “Kami pemilik tanah tidak pernah intervensi urusan sekolah. Tanah tempat berdirinya SD dan SMP YPPK Waghete telah diserahkan oleh leluhur kami kepada gereja dan yayasan Katolik tanpa syarat. Jadi jangan kaitkan masalah internal sekolah dengan urusan tanah,” tegas perwakilan pemilik hak ulayat.
Ia juga menolak keras jika siswa dijadikan alat dalam perebutan jabatan. “Jangan jadikan siswa sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan jabatan di sekolah. Mereka harus dilindungi dan difokuskan pada pendidikan, bukan dibawa ke dalam masalah guru,” pungkasnya.