SINAR BEMO — Di tengah hiruk-pikuk dinamika kepemimpinan yang sering kali datang dan pergi mengikuti jabatan serta niat-niat tertentu, selalu ada sosok yang berdiri kokoh, berakar pada kebutuhan sejati masyarakat di sekitarnya. Figur ini tidak terombang-ambing oleh kepentingan sesaat, melainkan berpegang teguh pada prinsip dan dedikasi untuk masa depan generasi penerus. Salah satu figur sentral yang menjadi mercusuar perubahan di wilayah timur Indonesia adalah Ibu Guru Maria Doo, S.Pd., Kepala Sekolah SD YPPK Damabagata, Tigi Timur, Deiyai, Papua Tengah.
Kepemimpinan Berprinsip di Sekolah Yayasan Tertua
SD YPPK Damabagata bukanlah sekadar bangunan sekolah; ia adalah monumen sejarah, salah satu yayasan pendidikan tertua yang telah menyaksikan pasang surutnya waktu. Ketika tongkat kepemimpinan beralih ke tangan Ibu Maria Doo, ia membawa serta gelombang perubahan yang fundamental, menyentuh inti dari sistem dan disiplin sekolah. Perubahan ini terasa sejak langkah kaki pertama siswa dan guru memasuki gerbang: penerapan jam sekolah yang ketat, dari pukul 08.00 hingga 14.00 WIT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keputusan ini mungkin tampak sederhana, namun di konteks lokal, ia adalah sebuah revolusi. Dengan ketetapan waktu yang presisi dan tidak kompromi, Ibu Maria menegaskan bahwa sekolah adalah ruang sakral untuk belajar. Kedisiplinan waktu ini bukan hanya mengatur jadwal, tetapi juga mendidik karakter, mengajarkan tanggung jawab, dan membangun etos kerja sejak dini pada anak-anak.
Disiplin Sebagai Jalan Kebenaran
Salah satu inti dari kepemimpinan Ibu Maria adalah sikapnya yang tidak kompromi terhadap disiplin. Disiplin yang ia tanamkan bukan bertujuan untuk mengekang, melainkan untuk membimbing anak-anak menuju “jalan yang benar.” Ia memahami bahwa banyak faktor luar, termasuk tradisi dan relasi kekeluargaan, dapat memengaruhi fokus belajar siswa.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, ia menyampaikan sebuah prinsip emas yang selalu ia tegaskan kepada para orang tua murid dan anggota masyarakat:
”Soal ‘keneka, naka, adik kaka’ (persaudaraan, hubungan kekerabatan, dll.) itu urusan di rumah. Kalau di sekolah, tetaplah saya akan anggap kalian adalah orang tua murid dari siswa/i ini.”
Kalimat ini mengandung makna yang sangat dalam. Ibu Maria secara tegas memisahkan batas antara ranah privat kekeluargaan dan ranah publik pendidikan. Di dalam lingkungan sekolah, peran setiap individu harus jelas: siswa adalah pelajar yang wajib mengikuti aturan, dan semua pihak (termasuk keluarga) harus mendukung sistem tersebut. Ia menempatkan identitas siswa sebagai subjek pendidikan di atas identitas kekerabatan, memastikan tidak ada siswa yang merasa mendapat perlakuan istimewa atau luput dari konsekuensi atas dasar hubungan darah.
Buah dari Ketegasan: Perkembangan Pesat
Ketegasan dan kedisiplinan yang dibawa oleh wanita hebat ini telah membuahkan hasil yang nyata. Dalam waktu singkat, SD YPPK Damabagata mulai menunjukkan perkembangan signifikan. Lingkungan belajar menjadi lebih kondusif, para siswa lebih fokus, dan kehadirannya menjadi lebih teratur. Sekolah tertua yayasan ini, yang mungkin sempat stagnan atau terbebani oleh tradisi yang menghambat, kini bergerak maju ke arah kemajuan.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada siswa. Secara naratif, kepemimpinan Ibu Maria adalah cerminan dari Anak Negeri (Putra/Putri Daerah) yang benar-benar memahami dan peduli terhadap kebutuhan fundamental lingkungannya. Ia tahu betul apa yang dibutuhkan untuk mengangkat derajat pendidikan di Tigi Timur. Kehadiran dan kepergian “orang luar” karena jabatan mungkin silih berganti, tetapi Ibu Maria Doo, sebagai Anak Negeri, akan selalu berdiri kokoh bersama para penerusnya. Ia adalah simbol dari kearifan lokal yang dipadukan dengan standar profesionalisme yang tinggi.
Hormat untuk Sang Transformator
Kisah Ibu Guru Maria Doo, S.Pd., adalah narasi inspiratif yang deskriptif mengenai kepemimpinan transformasional di daerah pelosok. Ia membuktikan bahwa perubahan besar tidak memerlukan sumber daya yang melimpah, tetapi cukup dengan keberanian mengambil sikap, ketidakkompromian pada disiplin, dan pemahaman mendalam tentang prioritas pendidikan.
Hormat setinggi-tingginya patut diberikan kepada wanita hebat ini, seorang Kepala Sekolah yang telah mengukir jejak emas di bumi Papua Tengah. Dedikasinya memastikan bahwa setiap anak di Damabagata memiliki kesempatan untuk menempuh “jalan yang benar” melalui pendidikan yang bermutu. Beliau adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya, membimbing sekolah tua menuju masa depan yang cerah.






