Deiyai SINAR BEMO — Kabupaten Deiyai, Papua, menjadi saksi bisu dari pertemuan penting antara tokoh-tokoh yang peduli terhadap pelestarian budaya dan pembangunan daerah. Titus Pekei, seorang pengacara dan aktivis budaya kelahiran Papua yang dikenal atas upayanya dalam melestarikan budaya Noken, baru-baru ini berkunjung ke Pemerintah Kabupaten Deiyai. Kunjungan ini menjadi momentum untuk berdiskusi mengenai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya lokal, khususnya filosofi Noken dan moto daerah “Dou, Gai, Ekowai.”
Apresiasi dan Diskusi di Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Titus Pekei disambut hangat di Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Deiyai. Dalam pertemuan tersebut, ia menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Deiyai atas komitmen mereka dalam melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal. Diskusi yang mendalam pun terjadi, terutama mengenai moto Kabupaten Deiyai, “Dou, Gai, Ekowai,” yang berarti melihat, berpikir, dan bertindak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peran Titus Pekei dalam Pelestarian Budaya Noken
Sebagai seorang pengacara dan aktivis budaya, Titus Pekei memiliki peran sentral dalam mengadvokasi pengakuan Noken sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Upayanya yang gigih membuahkan hasil pada Desember 2012, ketika UNESCO secara resmi mengakui Noken sebagai warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak. Pengakuan ini menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian budaya Papua di mata dunia.
Apresiasi untuk Gebrakan Pemerintah Daerah
Kehadiran Titus Pekei juga menjadi kesempatan untuk mengapresiasi berbagai kebijakan dan gebrakan yang telah dilakukan oleh Bupati Melkianus Mote, ST, dan Wakil Bupati Ayub Pigome. Kebijakan-kebijakan inovatif ini diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat Deiyai, sejalan dengan semangat pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Diskusi Filosofis antara Titus Pekei dan Kabag Hukum
Salah satu momen penting dalam kunjungan ini adalah diskusi antara Titus Pekei dan Kabag Hukum, Yeheskiel Kotouki, SH., MH, mengenai filosofi Noken. Diskusi ini menggali lebih dalam makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam Noken, serta relevansinya dalam kehidupan masyarakat Papua, khususnya masyarakat Deiyai.
• Simbol Kehidupan dan Kemakmuran: Noken melambangkan kehidupan yang baik dan kemakmuran karena dibuat dari bahan-bahan alami yang diambil dari hutan, serta digunakan untuk membawa hasil bumi.
• Perdamaian dan Penyatuan Budaya: Noken juga menjadi simbol penyatuan budaya di antara lebih dari 250 kelompok etnis di Papua. Bahkan, Noken dapat digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan sengketa secara damai.
• Kesuburan: Noken dianggap sebagai simbol kesuburan karena proses pembuatannya yang secara tradisional hanya dilakukan oleh perempuan asli Papua.
• Kehidupan Sosial: Noken mengajarkan nilai-nilai seperti solidaritas, kejujuran, dan saling menghargai. Dalam setiap jalinan serat Noken, terkandung pesan tentang pentingnya kebersamaan dan gotong royong.
• Multifungsi: Noken digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari membawa barang, menggendong anak, hingga menjadi bagian dari upacara adat.
Harapan untuk Masyarakat Deiyai
Titus Pekei berharap agar filosofi Noken benar-benar menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Mee, khususnya masyarakat Kabupaten Deiyai. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Noken, diharapkan masyarakat Deiyai dapat hidup dalam harmoni, kedamaian, dan kesejahteraan.
Kunjungan Titus Pekei di Deiyai adalah sebuah pengingat tentang pentingnya melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal. “Dou, Gai, Ekowai” dan filosofi Noken adalah warisan berharga yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Semoga semangat ini terus membara di hati setiap masyarakat Deiyai, membawa mereka menuju masa depan yang lebih baik.