Paniai [SINAR BEMO] — 4 Oktober 2025. Perayaan Hari Jadi Kabupaten Paniai tahun ini terasa begitu istimewa, memancarkan semangat dan kegembiraan yang melintasi batas-batas wilayah. Pusat perayaan di Paniai menjadi magnet yang menarik keramaian dari tiga kabupaten di wilayah Meeuwo: Paniai, Dogiyai, dan Deiyai. Bukan hanya sekadar peringatan usia, perayaan ini dihidupkan oleh janji hiburan dari musisi-musisi yang selama ini hanya bisa dinikmati melalui lantunan rekaman.
Penantian Panjang Sang Bintang dari PNG
Sorotan utama jatuh pada kehadiran musisi ikonik dari Papua Nugini, Gedix Atege. Penantian publik terhadapnya begitu panjang. Kabar mengenai kedatangannya yang terkesan ‘lama’ berkat konektivitas panitia yang memerlukan upaya ekstra untuk mendatangkan artis luar negeri, justru menambah intensitas rasa penasaran masyarakat. Gedix, dengan gaya yang sederhana namun unik, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari momen santai masyarakat—baik saat bersantai di rumah, maupun sebagai teman setia dalam perjalanan panjang yang menantang antara Nabire dan Deiyai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ia akhirnya melangkah di panggung, lautan massa yang datang dari tiga kabupaten Meeuwo bersorak gemuruh. Mereka hadir untuk sebuah pembuktian: menyaksikan langsung keaslian suara yang selama ini menghibur mereka. Saat suara Gedix mengalun melalui sistem suara (Sound System) milik Tribal, pengakuan spontan pun muncul: suara aslinya sama sekali tidak kalah jauh, bahkan nyaris identik dengan rekaman. Bagi banyak masyarakat, ini adalah puncak kegembiraan—sebuah momen personal dan emosional untuk melihat dan menyaksikan siapa itu Gedix Atege yang sesungguhnya di atas panggung Paniai.
Gelombang Dukungan Lokal untuk ‘Tuan Rumah’
Namun, Gedix Atege tidak datang sendiri. Ia ditemani oleh musisi-musisi Papua lainnya yang tak kalah dinanti, seperti Gorby TCR dan Pace Santana, yang turut meramaikan panggung hiburan. Kehadiran mereka semakin memadatkan agenda perayaan dan memuaskan dahaga musik masyarakat.
Di tengah euforia artis undangan, gelombang dukungan terhadap musisi lokal tuan rumah justru menciptakan narasi yang menghangatkan. Sosok Bertho Gobai—yang dikenal dan sangat difavoritkan oleh masyarakat di tiga kabupaten—sempat dikabarkan tidak akan tampil secara langsung. Berita ini sontak memicu reaksi yang masif. Dinding-dinding media sosial, khususnya Facebook, dibanjiri desakan dan komentar yang berbunyi senada: “Bertho itu tuan rumah, dia harus naik panggung!”
Desakan yang begitu kuat dan tulus dari masyarakat adalah wujud kecintaan sejati. Mengindahkan situasi yang penuh desak tersebut, pada H-1 perayaan, Bertho Gobai memutuskan untuk bergabung. Ia segera berkolaborasi dengan Alie Band dan mempersiapkan tiga lagu andalannya, memastikan suaranya ikut merayakan tanah kelahirannya. Kehadirannya menjadi penutup manis, menegaskan bahwa perayaan ini adalah milik bersama.
Kolaborasi dan Keanekaragaman Musik Lokal
Keterlibatan musisi tidak berhenti pada nama-nama besar di atas. Panitia secara cerdas melibatkan serangkaian grup musik lokal yang mewakili kekayaan talenta di wilayah Meeuwo. Selain Alie Band yang mengiringi Bertho, panggung Paniai juga diramaikan oleh Umagi Band, LMB (dari Paniai), Deiyai Yupiwo Band, dan KND Band.
Tidak ketinggalan, Meeuwodide Band, sebuah kelompok unik yang anggotanya merupakan gabungan musisi berbakat dari Paniai, Dogiyai, dan Deiyai, turut ambil bagian. Kolaborasi lintas kabupaten ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan sebuah simbol persatuan dan kebersamaan tiga kabupaten serumpun dalam bingkai budaya dan musik. Perayaan Hari Jadi Kabupaten Paniai pun sukses menjadi pesta rakyat yang berkesan, merayakan musik, nostalgia, dan semangat persatuan Meeuwo.