Deiyai [SINAR BEMO] – Suasana Menara Salib Wamena, yang biasanya hening, mendadak bergetar dan dipenuhi energi pada akhir pekan lalu. Dentuman musik reggae yang penuh semangat mengalun, menyambut ratusan masyarakat dari delapan kabupaten cakupan Provinsi Papua Pegunungan. Mereka semua berkumpul dalam Festival Reggae Wamena 2025.
Festival yang diselenggarakan Komunitas Rasta Kribo dengan dukungan penuh dari Nies Word Foundation ini sukses menjadi oase hiburan, sekaligus ruang ekspresi seni dan budaya lokal. Acara yang berlangsung meriah selama dua hari, 18–19 Oktober 2025, telah menjadi agenda tahunan yang dinanti-nanti, tidak hanya sebagai panggung hiburan, tetapi juga sebagai wadah pembinaan dan pemberdayaan musisi lokal.
Manajer Nies Word Foundation, Nies Tabuni, menjelaskan bahwa festival ini adalah manifestasi komitmen bersama untuk menggali potensi terpendam anak-anak muda Papua. Fokus utama mereka adalah seni musik, yang diyakini mampu menjadi medium transformasi sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam event ini, kami menghadirkan seniman-seniman dan musisi lokal terbaik dari delapan kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan. Tujuannya jelas: untuk menghibur masyarakat agar tetap berpikir positif dan terus berkarya dalam berbagai bidang kehidupan,” ujar Tabuni.
Lebih dari sekadar pertunjukan, Festival Reggae Wamena 2025 adalah bentuk dukungan konkret terhadap eksistensi para pelaku seni. Tabuni menegaskan bahwa acara ini secara khusus mengakomodasi musisi lokal, memastikan mereka mendapat ruang tampil yang layak di tengah masyarakat.
“Kami ingin memastikan bahwa musisi lokal ini terus hidup, karyanya terus mengalir, dan mereka tetap bisa menghibur masyarakatnya. Ini adalah upaya nyata kita bersama dalam menjaga eksistensi mereka sebagai pilar budaya,” tambahnya.
Sepanjang dua hari festival, nuansa perdamaian menjadi benang merah yang mengikat. Melalui lirik-lirik yang sarat pesan damai dan semangat persatuan, para musisi menyuarakan harapan agar angka kriminalitas di wilayah pegunungan dapat ditekan melalui pendekatan budaya dan seni.
“Festival ini dengan lantang menyuarakan perdamaian. Kami sangat percaya, lewat kegiatan positif dan konstruktif seperti ini, angka kriminalitas di Papua Pegunungan dapat berkurang signifikan,” ungkap Tabuni.
Mengenai pendanaan, Tabuni menjelaskan bahwa acara akbar ini murni terselenggara berkat semangat gotong royong. Dana diperoleh dari sumbangan sukarela komunitas seniman, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal, serta dukungan vital dari Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
“Sumber dana berasal dari gotong royong komunitas kami para seniman, pelaku UMKM, ditambah bantuan dari Bupati Jayawijaya yang bahkan turut hadir dan memberikan sambutan. Kolaborasi ini yang membuat kegiatan bisa berjalan lancar selama dua hari,” pungkasnya.
Mengakhiri wawancara, Tabuni mengajak seluruh masyarakat Papua Pegunungan untuk terus merawat harmoni dan kedamaian. “Harapan kami, kita semua tetap menjaga perdamaian Papua Pegunungan melalui jalur seni dan budaya yang kita cintai ini,” tutupnya penuh harap.






