Deiyai [SINAR BEMO] — Mahasiswa/i asal Butuma se-Indonesia bersama tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan tokoh intelektual mengadakan sosialisasi larangan minuman keras (miras), pinang, serta kenakalan remaja. Kegiatan berlangsung pada tanggal 4–6 Januari 2025 di SD YPPGI Tenedagi, Kampung Tenedagi, Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai.
Dalam kegiatan ini, masyarakat dari tiga desa yaitu Desa Meiyepa, Desa Tenedagi, dan Desa Kogemani yang tergabung dalam wilayah Butuma (Oneibo sampai Idekagapa) menyetujui penandatanganan Surat Pernyataan Larangan dan Pernyataan Sikap bersama.
Tokoh masyarakat menegaskan bahwa miras, pinang, serta perilaku menyimpang bukanlah bagian dari budaya asli suku Mee, melainkan budaya luar yang merusak tatanan adat, agama, dan kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat Butuma merasa perlu membuat aturan adat yang mengikat untuk melindungi generasi muda dari pengaruh buruk tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan Sikap Larangan
Berdasarkan hasil musyawarah bersama, disepakati beberapa poin penting, yaitu:
1. Larangan Miras
Dilarang minum minuman keras di wilayah Butuma.
Dilarang memperdagangkan atau memproduksi miras di wilayah Butuma.
2. Larangan Pinang
Dilarang makan pinang dan membuang ludah pinang sembarangan di wilayah Butuma.
3. Kenakalan Remaja
A. Anak-anak Butuma dilarang berkeliaran di pasar Waghete maupun di jalan saat jam sekolah.
B. Anak-anak Butuma dilarang berkumpul atau berkeliaran di jalan raya mulai pukul 18.00–06.00 WIT.
C. Dilarang melakukan aksi palang-memalang jalan di wilayah Butuma.
D. Anak-anak Butuma dilarang berkumpul dan bermalam bersama di suatu rumah dengan tujuan negatif.
Apabila kemudian hari terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan ini, maka pelaku akan dianggap melanggar adat serta berisiko terkena konsekuensi moral dan hukum adat Butuma sesuai hasil musyawarah pada 4–6 Januari 2025.
Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat Butuma menegaskan bahwa larangan ini dibuat demi menjaga masa depan generasi muda, menciptakan kehidupan harmonis dalam keluarga, agama, dan budaya, serta menghindarkan masyarakat dari penyakit sosial yang dapat merusak tatanan adat.