Deiyai [SINAR BEMO] — Dunia sastra dan jurnalisme Papua berduka. Aprila Wayar, seorang tokoh penting yang dikenal sebagai penulis novel perempuan Papua pertama dan jurnalis vokal, telah berpulang. Kepergian sosok yang akrab disapa “Kaka Aprila” ini meninggalkan kekosongan mendalam, terutama di kalangan Komunitas Sastra Papua (Ko’SaPa).
Koordinator Ko’SaPa, Hengky Yeimo, menyampaikan duka yang sangat mendalam, mengenang Aprila Wayar sebagai teman diskusi setia dan penyemangat bagi pertumbuhan literasi di Papua. “Kami merindukanmu selalu, teman diskusi seputar sastra Papua dan perkembangan literasi. Kaka Aprila aktif sejak awal pendirian Ko’SaPa, ikut berdiskusi, membedah buku, hingga menyemangati kami untuk terus bertumbuh,” ujar Yeimo dalam pernyataan resminya.
Penyuarakan Kebenaran dari Bumi Cenderawasih
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aprila Wayar dikenal sebagai perempuan Papua yang cerdas, tegas, dan berani. Ia tak pernah ragu menyuarakan kebenaran, terutama yang berkaitan dengan isu-isu kemanusiaan dan ketidakadilan, serta nasib orang Papua. Karakternya yang blak-blakan menjadikannya salah satu suara penting dari Bumi Cenderawasih dalam dunia literasi dan media.
Keterlibatannya meluas dari ranah akademik hingga aktivisme. Saat menempuh pendidikan di Semarang, ia aktif dalam Forum Nasional Mahasiswa Papua (FNMP). Aprila juga merupakan motor penggerak lahirnya penulis-penulis muda Papua melalui organisasi yang didirikannya, Fawawi Club, yang menaungi nama-nama seperti Manfred Kudiai dan Julia Opki. Semangatnya dalam menyuarakan isu juga terwujud dalam perannya menggagas media alternatif seperti Tapa News dan The Papua Journal.
Hengky Yeimo turut mengenang momen-momen sulit saat mereka berdua bertugas sebagai jurnalis di lapangan. “Saya akan selalu ingat saat kami diliputi gas air mata ketika meliput di Expo, lalu bubar terkocar-kacir karena dilarang meliput. Itu pengalaman yang tidak akan terlupakan.”
Warisan Karya Sastra yang Menggugah
Kontribusi Aprila Wayar di dunia literasi tidak terbantahkan. Ia mengukuhkan diri sebagai pelopor sekaligus panutan melalui karya-karya sastranya yang kuat dan berani mengangkat isu-isu sensitif:
Mawar Hitam Tanpa Akar (2009): Novel yang mengangkat perjuangan orang asli Papua di tengah pelanggaran HAM. Karya ini membawanya tampil di panggung internasional seperti Ubud Writers and Readers Festival (2012 & 2015) dan ASEAN Literary Festival (2014).
Dua Perempuan (2009): Dirilis bersama novel pertamanya sebagai bentuk refleksi dan upaya penyembuhan luka masa lalu lewat tulisan.
Sentuh Papua (2018): Diluncurkan di kantor AJI Yogyakarta, mencetak 300 eksemplar pada cetakan pertamanya.
Tambo Bunga Pala (2020): Diluncurkan di Yogyakarta oleh AJI Yogyakarta dan Fawawi Club.
Hutan Rahasia (2020): Novel terbarunya yang berfokus pada kehidupan perempuan Suku Enggros, Jayapura.
Melalui karya-karya ini, Aprila Wayar telah mengukuhkan dirinya sebagai suara literasi yang tak tergantikan, meninggalkan warisan yang akan terus menginspirasi generasi muda Papua.






