Deiyai [SINAR BEMO] – Semangat membara memenuhi Gedung Gereja Bethani Bomou I pada Sabtu, 27 September 2025, saat ratusan Guru Sekolah Minggu, koordinator, dan orang tua berkumpul untuk mengikuti Seminar Guru Sekolah Minggu Kingmi dengan tema mendalam: “Menangkan Anak, Selamatkan Generasi Tersisa.” Seminar penting ini menghadirkan Pdt. Dr. Benny Giyai, seorang tokoh yang dikenal tegas dan visioner, sebagai narasumber utama.
Dalam paparannya, Pdt. Dr. Benny Giyai tidak hanya memberikan nasihat rohani, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif tentang pentingnya mempersiapkan generasi penerus. Ia mengawali materi dengan menyelami kembali kenangan masa kecilnya di era 1960-an, sebuah kisah yang sarat perjuangan dan disiplin.
Kisah Perjuangan Masa Lalu
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Dulu, kami jalan kaki dari Onago ke sini, kami setengah mati harus lalui jalan becek, dan kalau waktu air pasang kami harus putar jauh di pinggir muara kali Oneibo. Sekarang mudah karena sudah ada jalan dan kendaraan,” kenang Benny, membandingkan kondisi masa kini.
Ia menceritakan pengalamannya di bangku SD dan SMP sekitar tahun 1968 bersama teman-teman seperjuangannya dari Onago dan Bomou. Salah satu teman yang ia sebutkan adalah Alm. Dominggus Kotouki, ayah dari Benyamin Kotouki yang kini menjadi pengasuh di Bethani. Mereka bahkan sempat menumpang di rumah Pak Guru Obaja Ukago None dari Benny sebelum berangkat ke Tiom.
Lebih lanjut, Pdt. Benny Giyai menegaskan peran perintis mereka. “Pada tahun 1967, kami yang tamat dari Waghete, Bomou, Gakokebo, Onago, kami yang membuka SMP YPPGI Tiom, yang sekarang berada di Provinsi Papua Pegunungan,” ungkapnya. Disiplin keras yang ditanamkan sang ibu menjadi kunci keberhasilannya. “Saya punya mama sangat keras dengan disiplin. Saya diajar orang tua untuk membaca, saya belajar membaca dari awal, karena biasa membaca satu kali di sekolah Seminari, saya baca.”
Penghormatan dan Nubuat untuk Generasi Muda
Momen paling mengharukan terjadi ketika Benny menundukkan badannya di hadapan anak-anak yang hadir. “Anak-anak ini mereka tertanam di hati saya. Mereka masih kecil, tapi suatu saat mereka akan jadi orang besar,” katanya. Sikap ini, menurutnya, adalah penanda bahwa ia telah menjadi orang tua yang siap mengantar generasi.
Ia kemudian menyampaikan sebuah nubuat tegas: “Salah satu dari sekian anak-anak ini, 25 tahun kemudian, akan menjadi Ketua Sinode, Bupati Deiyai, Ketua DPRD Deiyai, Gubernur Papua Tengah.”
Oleh karena itu, ia menyampaikan pesan krusial kepada para orang tua, gembala, dan pengasuh: “Kita yang akan mengantar mereka. Anak-anak ini pasti Tuhan yang akan menjadikan pemimpin, melalui orang tua, pengasuh, Gembala, dan guru di sekolah. Dan hari ini, 27 September 2025, Tuhan sedang melihat kita.” Ia mengingatkan bahwa mata Tuhan ada di Bomou, tempat Sinode Kingmi disahkan pada 6 April 1973.
Kritik Keras dan Panggilan untuk Perubahan
Dengan nada yang keras dan penuh nasihat, Pdt. Benny Giyai melontarkan kritik pedas bagi umatnya. “Orang Kingmi hari ini terlalu tertinggal, jauh di belakang gereja lain, jauh di belakang suku lain, jauh di belakang Indonesia, jauh di belakang agama Islam,” tegasnya.
Ia menantang umat Kingmi untuk bertindak. “Kamu harus bikin atau buat, baru barang akan datang, tidak tunggu saja di rumah. Kalau mau pemimpin yang hebat di Deiyai, siapkan hari ini. Orang tua siapkan generasi hari ini.”
Ia juga memberikan teguran keras tentang martabat diri, khususnya kepada kaum laki-laki. “Anak-anak yang hadir hari ini bukan anak-anak babi, anak-anak ayam, anak ikan. Kalau anak ayam, ikan, babi, keluar dari induk langsung dia cari makan, langsung main. Tetapi kami orang Deiyai adalah manusia.” Dengan nada tegas ia menegur: “Hari ini anak istri yang ada di Gereja, laki-laki ada otak atau tidak? Orang Deiyai itu manusia.”
Pendidikan dan Kaderisasi Adalah Jembatan
Pdt. Benny Giyai menekankan bahwa pencapaian kepemimpinan tidak datang begitu saja, melainkan harus melalui proses. Sesuai dengan filsafat orang Mee, “apapun yang terjadi itu karena ada jembatan,” yang dalam konteks anak sekolah hari ini adalah melalui pengkaderan. “Tidak mungkin langsung Tuhan kasih kunci Ketua DPRD, kunci Bupati dan lain-lain, tetapi Dia harus siapkan manusia.”
Ia juga mendesak agar program Anak dan Remaja Kingmi dilaksanakan dengan serius. “Harus terlibat dalam kegiatan Hari Anak Kingmi, ikuti kata-kata, renungan-renungan, catatan-catatan dari Ibu Departemen, dengar arahan, tidak boleh ada gerakan sendiri.” Ia mengingatkan agar orang tua tidak menghalangi rencana Tuhan bagi anak-anak, bahkan anak yang dianggap pemabuk atau pencuri. “Tuhan ada rencana, program, Tuhan ada tempat, Tuhan ada Kursi, Allah kita ada tempat untuk anak-anak ini. Jadi tugas kita, dalam Rencana Tuhan, tugas orang tua adalah siapkan anak-anak, kasih makan makanan yang sehat dan bergizi.”
Gizi dan Filsafat Hidup
Dalam ranah ilmu pengetahuan, Pdt. Benny Giyai menggarisbawahi pentingnya gizi sejak dini. “Menurut ilmu pengetahuan, ketika anak sudah mulai terbentuk di perut, sejak hari itu, suami harus cari ikan, istri harus makan ikan, makan daging babi. Karena gizi ikan dan babi yang masuk itu, masuk ke dalam otak anak yang dikandung dan akan membentuk kemampuan berpikir anak,” jelasnya, selaras dengan filsafat orang Mee: “Apa yang kau tanam itu yang akan dituai.”
Sebagai kata penutup, ia menegaskan bahwa jika umat memahami dan mengerti apa yang ia sampaikan, “maka kita bisa bersaing dengan Indonesia, Islam, Jawa, dan lain-lain.” Seminar ini berakhir dengan panggilan kuat untuk bertindak nyata, menjadikan pendidikan dan kaderisasi sebagai prioritas tertinggi demi menyelamatkan generasi yang tersisa dan memajukan Kingmi serta Tanah Papua.