Longsor KM 139 adalah ‘alarm’ dari tanah yang kita biarkan tertidur dan nganggur selama ini.
Oleh: Pilemon Keiya
CPNS Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Deiyai
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertama, kita semua harus sepakati bersama bahwa, longsor di KM-139 Jl. Poros Nabire – Puncak Jaya, Distrik Siriwo Kabupaten Nabire yang terjadi seajak 15 Agustus 2025 hingga pertengahan bulan September 2025 ini merupakan bencana alam. Hal ini terjadi diluar dugaan semua orang. Longsor tersebut telah memberikan pengalaman yang sangat luar biasa. Ada banyak hal yang mesti kita renungi bersama. Dari pengalaman tersebut juga kita telah disadarkan untuk kembali ke Kebun. Kita diingatkan melalui bencana ini untuk kembali hidup berdampingan lagi dengan kebun.
Iya, Kebun.
Karena, kebun merupakan penyangga utama dalam kehidupan bagi orang Papua, terutama bagi wilayah Pegunungan. Manusia Papua, tidak bisa hidup tanpa tanah dan kebun. Sehingga, selalu digemahkan untuk tidak menjual tanah dengan alasan apapun. Karena, salah satu alasan itu orang berkebun itu di atas tanah.
Berkebun juga merupakan tradisi baik yang telah diwariskan nenek moyang kepada Masyarakat Pegunungan Papua secara turun-temurun dalam waktu yang lama. Kita tetap mengolah tanah yang juga merupakan dasar dan penopang hidup paling utama.
Ajakan kepada seluruh lapisan Masyarakat untuk kembali bangunkan lahan-lahan yang dengan sengaja dibiarkan tidur ini untuk menjadikan lahan ini harus digalakkan semua kalangan, terutama di tiga kabupaten, Dogiyai, Deiyai dan Paniai. Ajakan yang sifatnya saling ingatkan untuk terus berkebun ini merupakan tugas bersama.
Longsor tersebut memutuskan jalanan utama yang juga merupakan penyangga utama kehidupan bagi ratusan ribu orang di Dogiyai, Deiyai dan Paniai.
Bencana longsor ini juga sudah sangat mengganggu segala sendi kehidupan. Terutama, Sembilan bahan pokok (Sembako) dan bahan bakar minyak (BBM) bagi semua kalangan, baik pemerintah maupun kehidupan Masyarakat.
Usai kejadian longsor ini, satu hal yang amat sangat menyesakan adalah lonjakan harga Sembako dan BBM yang sangat tinggi di Pasaran baik di Mowanemani untuk Dogiyai, Wakeitei untuk Deiyai dan Enaagotadi untuk kabupaten Deiyai. Tiga tempat ini merupakan pusat pengendali ekonomi, perputaran uang sekaligus pusat jalannya pemerintahan dari tiga kabupaten
Maka, sebagai daerah yang baru berkembang, terjadinya inflasi tiba-tiba ini cukup merepotkan semua, termasuk pemerintah yang mengatur segala kehidupan ribuan orang di daerah masing-masing.
Alasan lupa Kebun
Selain beras yang sudah dijadikan bahan bantuan utama kepada Masyarakat dari pemerintah sejak awal tahun 2000-an kepada Masyarakat di wilayah Papua Pegunungan. Bantuan yang terus digalakkan ini justru menjadi bumerang dan ancaman serius kepada masyarakat. Karena, masyarakat merasa nyaman sehingga sudah mulai meninggalkan kebun yang selama ini menjadi pijakan utama dan pendongkrak taraf ekonomi keluarga
Alasan lain Masyarakat tinggalkan kebun adalah daya beli yang kurang di Pasar. Banyak hasil kebun yang sering tidak laku dan bawa pulang. Hal ini terus terjadi di era otonomi khusus ini. Maka, lambat laun, bosan ini tak terelakan. Akibatnya, sumber penghasil sayur-mayur, segala jenis patatas, buah-buahan ini dilupakan dan banyak tanah menjadi nganggur akibat tak disentuh lagi.
Hal-hal itu menjadi alasan mengapa masyarakat sudah tidak berkebun dan Bertani. Karena, setelah ada hasil di kebun baik segala jenis ubi, buah-buahan dan sayur-mayur itu tidak akan berguna ketika tidak ada pasar yang Masyarakat jadikan tempat untuk menambah pundi-pundi keuntungan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Mengapa harus kembali kembali ke kebun?
Sejak dahulu kala, Masyarakat Mee tidak bisa hidup tanpa kebun. Kebun merupakan urat nadi utama dalam kehidupan. Orang Mee sudah sangat mengenal kebun sejak Mee ada. Hal itu sangat berkaitan erat karena orang Mee tidak bisa hidup kalau tidak makan. Betapa pentingnya kebun ini, orang Mee selalu hidup dengan kebun itu selalu diturunkan dengan cara dari setiap orang tua masing-masing kepada anaknya.
Kebun yang selama ini sudah mulai dibiarkan, ini sudah saatnya untuk kembali lagi ke kebun. Harus Bertani. Juga beternak. Longsor KM 139 ini telah bunyikan alarm sebagai pengingat bahwa kita sedang jauh dari urat nadi utama dalam kehidupan yakni berkebun. Alarm ini dibunyikan oleh tanah yang selama ini kita biarkan dan tertidur lama ini untuk kita kembali bersua dan bersahabat lagi
Tradisi berkebun jangan putus di generasi kita saat ini. Salah satu hal yang mesti kita wariskan kepada anak cucu kita ke depan adalah Berkebun. Berkebun memberi kita kepuasan tersendiri. Dengan kebun jugalah kita mengakui akan Allah yang Maha Kuasa
Bukankah dengan hasil kebun sudah menghidupi keluarga sejak lama? Bukankah dengan kebun sudah jadikan ribuan orang menjadi Sarjana hingga Magister? Bahwa, penting skali berkebun untuk hidup dalam segala sendi kehidupan
Solusi
Pemerintah juga mesti tetapkan satu hari dalam setiap minggu untuk belanja hasil kebun dari mama-mama. Hal ini juga akan akan memberikan motivasi tersendiri sekaligus memompa keinginan agar Masyarakat kembali ke kebun. Selain itu, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan bersama BPMK harus berkolaborasi untuk kembalikan Masyarakat kepada kebun. Caranya seperti apa? Harus didiskusikan bersama
Pemerintah daerah juga berkewajiban untuk:
1. Ciptakan pasar. Salah satunya kerja sama dengan sejumlah Perusahaan besar di Papua Tengah seperti PT Freeport di Timika, PT Nabire Baru di Nabire dan Perusahaan besar lain. Dalam rangka menjadi pemasok utama hasil tani dan kebun, peternakan hingga perikanan.
2. Tingkatkan daya beli di Pasar
3. Buat Perda minimal Peraturan Bupati untuk semua usaha seperti warung dan penginapan untuk memakai sayur, ubi-ubian dan buah-buahan milik mama-mama
4. Perbanyak penyuluh Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Peternakan di setiap kampung untuk terus menyadarkan kepada semua warga betapa pentingnya berkebun, bertani, dan beternak